BERITAWAJO.ID, MAKASSAR - Permasalahan Banjir Kota Makassar di Penghujung Tahun Akibat Pembangunan Kota Tanpa Pengkajian Lingkungan Hidup, Masalah banjir bukan semata masalah perubahan iklim dan curah hujan, namun juga karena minimnya implementasi pada visi misi pembangunan perkotaan yang tidak selaras. Pemkot, harus secara tegas melarang pembangunan di daerah-daerah resapan dan melarang reklamasi dan pembangunan perumahan.
Jika hanya menyalahkan pada intensitas curah hujan yang meningkat beberapa waktu belakangan ini, tentu hal ini tidak bisa dibenarkan. Data terakhir dari Dinas Lingkungan Hidup Makassar menunjukkan bahwa luasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Kota Makassar memang masih sangat rendah.
Per tahun 2021, luasan RTH baru sekitar 9,077 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 7,54 persen. Hanya saja, penambahan itu bukan karena penambahan lahan, tapi karena adanya lahan-lahan yang tidak terhitung di tahun sebelumnya.
Pemerintah seharusnya bisa lebih fokus mengurusi persoalan yang lebih mendasar sehingga banjir ini bisa teratasi. Akar persoalan banjir di Kota Makassar adalah tata ruang dan drainase. Tempat yang sedianya menjadi resapan air seperti di kawasan Tallasa City, Kecamatan Tamalanrea, kini dialih fungsikan sebagai lokasi pembangunan. Mulai dari perumahan hingga proyek bersifat komersialisasi lainnya.
Salah satu wilayah khususnya di Kecamatan Tamalanrea yang kerap kebanjiran, disebabkan tempat meresapnya air sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tiap tahunnya daerah tersebut sudah menjadi langganan banjir. Volume air banjir dikhawatirkan meningkat bahkan meluas menggenangi tempat lain bila, pemerintah tidak sesegara mungkin mengambil langkah tegas dalam pengendalian tata ruang.
Pemerintah harus mengontrol pemanfaatan ruang yang mengganggu sistem drainase yang ada. Selain itu, dalam mengontrol pembangunan harus memperhatikan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), terutama daerah sempadan sungai dan alur drainase. Beberapa saluran ditemukan mengalami penyempitan dan pendangkalan akibat perizinan pembangunan yang tidak terkontrol.
Permasalahan banjir di Makassar harus diselesaikan secara mendasar, pemkot harus secara tegas melarang pembangunan di daerah-daerah resapan dan melarang reklamasi dan pembangunan perumahan. Luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar yang jauh dari angka minimal 30 persen yang disyaratkan dalam perundang-undangan.
Maka dari itu penting mengambil langkah mitigasi seperti mitigasi struktural dan non struktural. Mitigasi struktural merupakan upaya yang berbentuk fisik untuk dapat mengurangi dampak dari ancaman banjir, contohnya pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mengurangi dampak dari ancaman bencana banjir yang terjadi. Sedangkan mitigasi non struktural berkaitan dengan kebijakan, informasi kepada masyarakat, dan sosialisasi kepada masyarakat sehingga mampu mengurangi dampak dari bencana banjir yang akan terjadi.
Oleh karena itu, kami dari HmI Cabang Makassar Timur menganggap bahwa, banjir adalah masalah serius yang harus diatasi secepatnya. Melalui Bidang Lingkungan Hidup kami menawarkan solusi dari masalah banjir yang ada di kota makassar khususnya di daerah Kecematan Tamalanre, melalui program pengadaan sumur resapan air (Biopori).
Sumur resapan air merupakan alternatif yang cukup efesien dalam menangani masalah banjir di kota makassar, Program ini penting dalam pembangunan kota karena dapat membantu mengatasi banjir dan menyediakan air bersih saat musim kemarau. Keberhasilan dari program ini bisa diterapkan di daerah rawan banjir yang ada di kota makassar.(Red)
Editor : Edi Prekendes