BERITAWAJO.ID. TANASITOLO - Di bawah terik matahari pagi, aktivitas di Pasar Sempange, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, mulai menggeliat. Suara pedagang yang menawarkan dagangan berpadu dengan aroma rempah, ikan segar, dan sayur-mayur yang tersusun di atas meja kayu sederhana.
Namun di balik denyut ekonomi rakyat ini, tersimpan keluhan yang tak kunjung reda — soal retribusi yang membebani dan penataan pasar yang belum tertib.
Keluhan para pedagang akhirnya sampai ke telinga wakil rakyat.
Dalam kegiatan reses Anggota DPRD Wajo, Amran, S.Sos., M.Si., di Desa Ujungbaru, banyak warga menyampaikan keresahan mereka mengenai sistem pungutan di Pasar Sempange.
Menindaklanjuti aduan tersebut, Komisi II DPRD Kabupaten Wajo turun langsung ke lokasi, Sabtu, 1 November 2025.
Kunjungan dipimpin oleh Ketua Komisi II, Herman Arif, S.H., bersama anggota komisi Sulhan, dan didampingi oleh Amran, S.Sos., M.Si., sebagai perwakilan dari daerah pemilihan Tanasitolo–Majauleng.
“Kami turun untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait indikasi pungutan liar. Berdasarkan hasil lapangan, ada sekitar lima jenis pungutan yang dibebankan kepada pedagang,” ungkap Herman Arif di sela pemantauan.
Politisi Partai Gerindra ini juga menegaskan, DPRD akan memanggil dinas terkait untuk mengklarifikasi jenis pungutan yang sah dan memastikan pengelolaan pasar tidak melenceng dari aturan.
Pasar Sempange sendiri bukan pasar baru. Namun seiring waktu, kondisi pasar mulai berubah.
Kios di bagian dalam banyak yang kosong, sementara area pelataran justru dipenuhi pedagang yang menjajakan dagangan di bawah terpal seadanya.
Amran S.Sos, mengungkapkan, banyak kios di bagian dalam kosong, sementara di luar justru penuh dan mengganggu arus pengunjung. Penataan ini harus dievaluasi supaya semua pedagang bisa berjualan dengan tertib dan adil.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pasar Sempange, Roy Arman, mengaku telah melakukan penelusuran dan pengecekan ulang terhadap sistem pungutan.
Menurutnya, tidak semua pedagang bisa ditempatkan di dalam karena banyak yang bersifat musiman atau hanya berjualan di hari-hari tertentu.
“Untuk retribusi, yang resmi hanya PAD pengelola pasar, sebesar Rp2.500 per meter. Selain itu, ada juga pungutan kebersihan, keamanan, dan parkir yang ditangani Dishub,” jelasnya.
Roy menegaskan, besaran retribusi bervariasi tergantung luas tempat dan jenis dagangan, dengan total rata-rata mencapai Rp2 juta setiap kali hari pasar berlangsung.
Dari hasil kunjungan tersebut, DPRD berjanji akan memanggil dinas terkait guna memastikan pengelolaan pasar berjalan sesuai aturan, serta mendorong penataan ulang agar pedagang pelataran bisa tertampung di dalam.
Herman Arif menegaskan, pasar rakyat harus menjadi ruang ekonomi yang sehat, transparan, dan berpihak pada masyarakat kecil. Sementara pedagang terus melayani pembeli, mereka masih menaruh harapan bahwa suatu hari nanti, Pasar Sempange bisa lebih tertata — bukan hanya soal bangunan, tapi juga keadilan bagi mereka yang mencari rezeki dari balik lapak sederhana.(Tim)
Editor : Edi Prekendes

