Ketika Polisi Kehilangan Kepercayaan, Api Mudah Menyala

BERITAWAJO.ID, SUMATRA UTARA - Pembakaran Mapolsek Muara Batang Gadis bukanlah peristiwa yang muncul dari ruang hampa. Ia adalah ledakan dari akumulasi kekecewaan panjang masyarakat terhadap penegakan hukum yang dianggap tumpul ke atas dan longgar ke pelaku kejahatan yang nyata-nyata merusak kampung mereka: narkoba.

Warga Singkuang bukan main-main. Mereka menangkap sendiri terduga pengedar narkoba, menyerahkannya ke polisi, lalu menyaksikan orang yang sama kembali bebas dalam hitungan jam. Dalam logika masyarakat awam, satu kesimpulan langsung terbentuk: hukum tidak sedang bekerja untuk mereka.

Polda Sumut menyebut terduga pelaku “kabur”, bukan “dilepas”. Tapi di titik inilah masalah utama polisi hari ini terlihat jelas: kepercayaan publik sudah lebih dulu kabur.

Bagaimana mungkin seseorang yang baru diamankan bisa lolos begitu saja dari kantor polisi, tanpa penjelasan yang transparan, tanpa komunikasi yang cepat kepada warga yang sejak awal ikut menjaga proses? Jika benar kabur, itu tetap menunjukkan kelalaian serius. Jika tidak, maka kecurigaan publik menjadi wajar.

Yang lebih mengkhawatirkan, pernyataan resmi baru muncul setelah kantor polisi dibakar. Terlambat. Padahal dalam situasi rawan seperti ini, satu jam tanpa kejelasan bisa berubah menjadi bara.

Polisi kerap meminta masyarakat untuk tidak main hakim sendiri. Namun di sisi lain, polisi juga punya kewajiban memastikan bahwa hukum benar-benar berjalan dan terlihat berjalan. Ketika bandar narkoba berkeliaran, sementara warga yang resah hanya mendapat imbauan “tetap tenang”, ketenangan menjadi kemewahan yang sulit diminta.