BERITAWAJO.ID, SUMATRA - Anakku sayang...
Jangan kau bayangkan Ibu kesakitan. Jangan kau pikir Ibu pergi dengan penuh ketakutan. Jika kamu tahu apa yang Ibu rasakan di detik-detik akhir itu, kamu akan mengerti mengapa air matamu harusnya menjadi air syukur.
Saat itu, Kamis (27/11). Aku sedang bersiap menyambut-Nya. Wudu telah kuambil. Mukena putih, yang selalu kupakai saat salat, telah membalut tubuhku. Ada firasat yang begitu kuat, bahwa panggilan kali ini adalah yang terakhir.
Aku mendengar raungan itu. Bukan guntur, bukan lagi hujan. Itu adalah suara alam yang tak tertahankan, suara galodo yang siap menelan segalanya. Rumah kita bergetar, dinding mulai meretak.
Aku tahu, waktu sempit. Aku bisa saja lari, mencoba menembus lumpur dan batu. Tapi untuk apa? Aku hanya akan menambah panik dan mungkin, justru menyambut maut dalam keadaan terpisah dari-Nya.
Maka, aku memilih bersimpuh.
Saat air bah itu menderu, mendekat, aku berdiri tegak.
Allahu Akbar : Sujud Terakhir di Balik Lumpur Bencana
Takbir pertama, dan dunia seolah berhenti. Aku tidak lagi mendengar gemuruh air. Aku tidak lagi merasakan getaran bumi. Yang ada hanyalah suara hatiku, yang membacakan ayat-ayat-Nya.
Aku sujud. Posisi paling rendah bagi seorang hamba. Saat dahiku menyentuh sajadah, seolah aku sedang berbisik: "Ya Allah, jika ini adalah akhirku, biarkan aku menghadap-Mu dalam keadaan seperti ini. Suci dan penuh harap."
Saat itulah, mungkin, semuanya terjadi.
Aku tidak merasakan sakit. Aku tidak merasakan dinginnya air yang menghancurkan rumah. Aku hanya merasakan kehangatan iman, dan sebuah ketenangan yang tak bisa ditandingi oleh harta dunia mana pun.
Baca Juga :
Bayangkan, Anakku. Di tengah kekacauan, di tengah kehancuran puing-puing, Tuhan memberiku kehormatan untuk pergi dalam keadaan terbaik.
Ibu ingin kamu tahu. Ketika kamu akhirnya menemukan jasad ini, dalam balutan mukena, itu bukan hanya sebuah penanda kematian. Itu adalah sebuah Saksi. Saksi bahwa lima anggota keluarga kita, termasuk Ibu, mungkin telah hilang dari pandangan mata dunia, tetapi kami kembali ke pangkuan-Nya dalam keadaan terbaik.
Jangan menangis lagi, Nak. Ibu telah beristirahat, dan istirahat ini adalah anugerah terbesar.
Pesan Ibu : Jangan pernah tinggalkan salat. Karena sholat, adalah pelindungmu, bahkan di tengah air bah yang paling ganas sekalipun.
Mama menyayangimu selalu.
Editor : Edi Prekendes




